![]() |
Sumber Gambar |
Kelak saat aku menua, saat kulit
mulai keriput dan semua sendi di tubuh ini mulai guncang serta kaku, kiranya apa
yang akan terjadi padaku dan kamu, akankah tetap sendiri dan sepi sebagaimana supernova menjelang mati. Sendiri
lalu menua bukan masalah berarti, toh kodrat sejati manusia itu adalah sendiri,
terlahir dengan jiwa yang sendiri dan kelak mati juga sendiri. Tetapi aku sepertinya
bukan manusia, aku adalah bintang muda dalam
tatasurya entah berantah yang berpendar menuju mati, lalu kemudian menjadi
lubang hitam yang menyeimbangkan pemuaian massa semesta.
Sebenarnya bukan tentang sendiri
itu yang kutakuti, adalah sepi yang membuatku senantiasa merasa rapuh. Masih
jelas dalam ingatku, kita berdua pernah berjanji untuk menua bersama, sampai
mati. Kamu dan aku pernah setuju diantara jeda jumpa dan perpisahan ini mengapa
tak kita lewati bersama, usir sepi dan enyahkan kerapuhan dalam diri kita. Aku
dan kamu, menguatkan, kita bersama akan taklukan dunia dengan cinta yang
senantiasa ada. Persis sama, aku dan kamu adalah dua bintang utama dalam sistem
tata surya yang senantiasa setia beredar mengikuti ritme makro-kosmos jagat
raya.
Masa itu telah berlalu, kita pernah
begitu yakin akan menua bersama, bahkan kita begitu percaya meski perutmu nanti
membuncit tetap kamulah satu-satunya mahkluk terseksi didepan mataku. Dan sama,
meski rambutku mulai rontok, galur-galur dibawah mataku semakin kentara, bagimu
akulah satu-satunya lelaki tertampan dimuka bumi. Kita berdua bersama tak lagi
takut untuk menua, jika pada akhirnya kita meniada, mengapa tak lantas kita
lewatkan sekali kesempatan ini untuk berbahagia.
Aku telah lama berbahagia dalam
garis edar hidupku, terlebih lagi saat kita berjumpa, kamulah jiwa yang kupilih
untuk melengkapi bahagia dalam tata suryaku, melewatkan waktu berlimpah cumbu
dan tumpahan bejana rindu. Kau bilang akan senantiasa memelukku saat dingin
menyergap malam, menggenggamku dan memberikan teduh saat panas dunia berpendar
dengan kuatnya. Sebelum bertemu denganmu aku mampu menaklukkan ganas matahari
bumi, tetapi denganmu kurasa bahkan Pluto-pun
sanggup kurengkuh. Kamu menguatkan aku, aku menguatkanmu, semesta akan
kita taklukan sembari berdua kita menua. Dulu aku berpikir begitu, gila memang,
dua bintang dalam satu tata surya yang sama, tapi tak berarti tidak mungkin
bukan?.
Lalu apa kabarmu saat ini,
masihkan dirimu menjadi yang terseksi dimataku, aku bahkan sepertinya tak akan
pernah tahu tentang hal itu karena aku telah berjanji untuk berlalu dari
hidupmu. Aku memang yang bersalah, melanggar janji menua ini terlebih dulu.
Kukatakan waktu itu, aku mati terlebih dahulu tanpa harus melewati tua bersamamu.
Itu pilihanku, mencintaimu tanpa ragu tetapi tak lantas membuatku harus
bertahan menunggu tua dalam bayangan kebahagiaanmu. Sekali lagi aku katakan,
hakikat jiwa adalah sendiri, bukan masalah bagiku jika aku harus kembali pada
pelukan sepi seperti dulu, jangan khawatirkan bagaimana dengan hidupku, aku
akan dan pasti berbahagia menjalani hidup baruku sebagai ranah bintang tanpa
cahaya, itulah janjiku sebelum aku hengkang dari hidupmu, hengkang dari tata
suryamu. Jarang memang sebuah bintang melintas pergi dari susunan silindris system
solar yang senantiasa berotasi secara harmonis, tetapi tak berarti tidak mungkin
bukan?.
Aku kemudian mati, pecah secara
fisi tanpa sisa dan menjalani hidup baru sebagai lubang hitam. Berbahagialah
kamu dengan hidupmu dalam tata surya baru, aku tak melihatmu ataupun mampu
bersua denganmu, tapi itu tak lantas berarti aku berhenti menaruh kamu dalam
semesta jiwaku, aku melihatmu secara kasat dan percaya sajalah bahwasanya kita
akan tetap menua bersama meski akhirnya kita harus masing-masing berpendar dalam
galaksi yang berbeda.
Sampai jumpa matahariku, bukan
disemesta ini kita bersama, barangkali Sang Penguasa Jagad Raya akan berbaik
hati mempertemukan lagi kita nanti, dikehidupan yang lain, seperti dua bintang
dalam konstelasi Kabut Magellan.
*tribute to "Saat Aku Lanjut Usia" - Sheila on 7*