Jujur

Sumber Gambar
Lama-lama aku berpikir ada benarnya mengapa berbohong lebih sering dipilih sebagai jalan hidup daripada berlaku jujur, bertindak jujur dan mengaku secara jujur.

Kejujuran seseorang acapkali adalah upaya terakhir untuk berusaha menjadi bahagia, hidup dengan bahagia, tanpa kebohongan atau sandiwara. Menjadi jujur dan kemudian berbahagia sepenuhnya adalah pilihan dan tidak serta merta bisa berlaku begitu saja. Menyatakan kebenaran, kemudian mendapat tentangan, itupun sudah biasa. Bagiku menjadi jujur adalah caraku untuk berbahagia, jujur menjadi diri sendiri dan jujur untuk berpegang teguh pada apa yang hatiku percayai. Kali ini aku jujur, aku rindu kepada temanku.

Temanku, aku rindu ingin berbagi kisah pengantar tidur seperti biasa. Tentang menjadi jujur meski diriku tak seperti harapanmu. Taukah kamu temanku, ada seorang anak kecil didalam kelas yang riuh, yang menjawab pertanyaan gurunya dengan mengagumkan. Sang guru bertanya kepada teman-teman sebayanya “ingin jadi apa kalian kelak nantinya…?”, sudah barang tentu pilot dan dokter adalah jawaban paling favorit dalam kelas itu. Tapi seorang anak menjawab tanpa sedikitpun ragu “aku ingin menjadi orang yang berbahagia bu guru”. “Itu bukan cita-cita yang tepat nak, atau kamu memang tidak mengerti dengan apa yang aku tanyakan kepadamu…?” ibu guru itu penasaran dengan jawaban si anak di pojok kelas itu. “Ibu, apa artinya menjadi pilot atau dokter jika kelak hidupku tak berbahagia…? dan setidaknya aku memulai berbahagia dengan dengan berkata jujur saat ini tentang apa yang kuinginkan nanti”. Dan anak kecil dipojok kelas itu bernama John Lennon. Itu ceritaku untukmu, tetapi kamu pasti tak ingin lagi mendengar celotehku, karena setiap kalimatku adalah kesalahan yang pantas kau caci saat ini.

Aku masih ingat kala itu kamu terus mendesakku untuk berkata jujur karena kamu terus saja berucap kamu ingin tahu dari mulutku sendiri tentang kejujuran itu. Sebelumnya telah kuingatkan kepadamu, kejujuran dariku adalah bahagiaku, akan tetapi akan menjadi semacam empedu pahit dalam hidupmu. Siapkah kamu dengan itu…? Temanku…?.

Kamu berteriak, kamu mengumpat, kamu menghujat, dan aku tahu itu. Lalu, apakah kamu tetap mau untuk tetap berada disampingku…? Temanku…?. Kamu tidak menjawab waktu itu, kamu pergi begitu saja, aku paham, kamu tersentak saat itu. Mungkin akupun akan melakukan hal yang sama saat aku berada dalam situasi seperti itu, dalam posisimu. Kamu membenciku karena aku tak sesuai harapanmu kan temanku…?.

Aku masih beranggapan, sampai hari inipun kamu masih temanku, meski akhirnya engkau acuh dengan kejujuranku. Temanku, apa yang membuatmu kecewa begitu hebat…? Apakah aku yang tak sesuai harapanmu ataukah aku yang menolak untuk menjadi seperti apa yang kau inginkan…?.

Teman, aku ingin berbahagia, aku ingin membagi bahagiaku bersamamu karena itu aku memilih untuk jujur padamu. Umpatanmu dan sumpah serapahmu sesekali kurindu, galakmu rupa-rupanya menjadi candu, tapi kamu memilih pergi karena pilihanku. Sialnya, seharusnya aku tetap berbohong kepadamu, kiranya dengan begitu akan membuatmu tetap berada disampingku, seperti dulu. 

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

up